Header Ads Widget

Ticker

6/recent/ticker-posts

Fatwa DSN MUI No. 39 tentang Asuransi Haji



Allaahumma Sholli 'ala Muhammad wa 'ala Aali Muhammad >>> Untuk mendapatkan informasi beasiswa terbaru, silakan ikuti media sosial kami berikut ini: Telegram, Tiktok, Instagram, WhatsApp, Twitter, Youtube dan Facebook!

FATWA
DEWAN SYARI'AH NASIONAL
NO: 39/DSN-MUI/X/2002
Tentang
ASURANSI HAJI

بِسْمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ

Dewan Syari'ah Nasional setelah,
Menimbang :
a. bahwa perjalanan haji mengandung risiko berupa kecelakaan atau kematian dan untuk meringankan beban risiko tersebut perlu adanya asuransi;

b. bahwa asuransi haji sudah termasuk dalam komponen biaya perjalanan ibadah haji (BPIH) yang dibayar oleh calon jamaah haji melalui Departemen Agama RI;

c. bahwa setiap calon jamaah haji mengharapkan semua proses pelaksanaan ibadah haji termasuk asuransinya sesuai dengan syariah agar mendapatkan haji mabrur;

d. bahwa penyelenggaraan asuransi konvensional dinilai bertentangan dengan prinsip-prinsip syariah, maka asuransi yang digunakan harus sesuai dengan syariah;

e. bahwa oleh karena itu, dipandang perlu menetapkan fatwa tentang Asuransi Haji.

Fatwa DSN MUI No. 39 tentang Asuransi Haji
Fatwa DSN MUI No. 39 tentang Asuransi Haji

Mengingat :
1. Firman Allah tentang perintah mempersiapkan hari depan:
يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوا اتَّقُوا اللّٰهَ وَلْتَنْظُرْ نَفْسٌ مَّا قَدَّمَتْ لِغَدٍۚ وَاتَّقُوا اللّٰهَ ۗاِنَّ اللّٰهَ خَبِيْرٌ ۢبِمَا تَعْمَلُوْنَ (الحشر: ١٨).
“Hai orang yang beriman! Bertaqwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah dibuat untuk hari esok (masa depan). Dan bertaqwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan” (QS. al-Hasyr [59]: 18).

2. Firman Allah tentang perintah untuk saling tolong menolong dalam amal kebajikan, antara lain :
وَتَعَاوَنُوْا عَلَى الْبِرِّ وَالتَّقْوٰىۖ وَلَا تَعَاوَنُوْا عَلَى الْاِثْمِ وَالْعُدْوَانِ ۖ وَاتَّقُوا اللّٰهَ ۗاِنَّ اللّٰهَ شَدِيْدُ الْعِقَابِ (المائدة :٢).
“Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Dan bertakwalah kamu kepada Allah, sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya” (QS. al-Maidah [5]: 2)

3. Firman Allah tentang prinsip-prinsip bermu’amalah, baik yang harus dilaksanakan maupun dihindarkan, antara lain:
يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْٓا اَوْفُوْا بِالْعُقُوْدِۗ اُحِلَّتْ لَكُمْ بَهِيْمَةُ الْاَنْعَامِ اِلَّا مَا يُتْلٰى عَلَيْكُمْ غَيْرَ مُحِلِّى الصَّيْدِ وَاَنْتُمْ حُرُمٌۗ اِنَّ اللّٰهَ يَحْكُمُ مَا يُرِيْدُ (المائدة ):١
“Hai orang-orang yang beriman tunaikanlah akad-akad itu. Dihalalkan bagimu binatang ternak, kecuali yang akan dibacakan kepadamu. (Yang demikian itu) dengan tidak menghalalkan berburu ketika kamu sedang mengerjakan haji. Sesungguhnya Allah menetapkan hukum-hukum menurut yang dikehendaki-Nya.” (QS. al-Maidah [5]: 1)

4. Firman Allah, QS. an-Nisa [4]: 58
اِنَّ اللّٰهَ يَأْمُرُكُمْ اَنْ تُؤَدُّوا الْاَمٰنٰتِ اِلٰٓى اَهْلِهَاۙ وَاِذَا حَكَمْتُمْ بَيْنَ النَّاسِ اَنْ تَحْكُمُوْا بِالْعَدْلِ (النساء: )٥٨
“Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya dan apabila kamu menetapkan hukum di antara manusia, hendaklah dengan adil...”

5. Firman Allah, QS. al-Maidah [5]: 90
يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْٓا اِنَّمَا الْخَمْرُ وَالْمَيْسِرُ وَالْاَنْصَابُ وَالْاَزْلَامُ رِجْسٌ مِّنْ عَمَلِ الشَّيْطٰنِ فَاجْتَنِبُوْهُ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُوْنَ (المائدة: )٩٠
“Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah perbuatan keji termasuk perbuatan syaitan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan.”

6. Firman Allah, QS. al-Baqarah [2]: 275
وَاَحَلَّ اللّٰهُ الْبَيْعَ وَحَرَّمَ الرِّبٰواۗ (البقرة: ٢٧٥)
“Allah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba.”

7. Firman Allah, QS. al-Baqarah [2]: 279
وَاِنْ تُبْتُمْ فَلَكُمْ رُءُوْسُ اَمْوَالِكُمْۚ لَا تَظْلِمُوْنَ وَلَا تُظْلَمُوْنَ
“Dan jika kamu bertaubat (dari pengambilan riba), maka bagimu pokok hartamu; kamu tidak menganiaya dan tidak (pula) dianiaya.”

8. Firman Allah, QS. an-Nisa [4]: 29
يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا لَا تَأْكُلُوْٓا اَمْوَالَكُمْ بَيْنَكُمْ بِالْبَاطِلِ اِلَّآ اَنْ تَكُوْنَ تِجَارَةً عَنْ تَرَاضٍ مِّنْكُمْ ۗ...
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kalian memakan (mengambil) harta orang lain secara batil, kecuali jika berupa perdagangan yang dilandasi atas sukarela di antara kalian..”

10. Hadis Nabi riwayat al-Bukhari dan Muslim dari Abu Hurairah:
حَجٌّ مَبْرُورٌ لَيْسَ لَهُ جَزَاءٌ إِلَّا الْجَنَّةَ (متفق عليه)
“Tiada balasan bagi haji yang mabrur kecuali surga.”

11. Hadis-hadis Nabi shallallahu alaihi wasallam tentang beberapa prinsip bermu’amalah, antara lain:
مَنْ نَفَّسَ عَنْ مُؤْمِنٍ كُرْبَةً مِنْ كُرَبِ الدُّنْيَا نَفَّسَ اللَّهُ عَنْهُ كُرْبَةً مِنْ كُرَبِ يَوْمِ الْقِيَامَةِ وَاللَّهُ فِي عَوْنِ الْعَبْدِ مَا كَانَ الْعَبْدُ فِي عَوْنِ أَخِيهِ (رواه مسلم).
“Barang siapa melepaskan dari seorang muslim suatu kesulitan di dunia, Allah akan melepaskan kesulitan darinya pada hari kiamat; dan Allah senantiasa menolong hamba-Nya selama ia (suka) menolong saudaranya” (HR. Muslim dari Abu Hurairah).

الْمُؤْمِنَ لِلْمُؤْمِنِ كَالْبُنْيَانِ يَشُدُّ بَعْضُهُ بَعْضًا (رواه مسلم عن أبي موسى)
“Seorang mu’min dengan mu’min yang lain ibarat sebuah bangunan, satu bagian menguatkan bagian yang lain” (HR. Muslim dari Abu Musa al-Asy’ari)

وَالْمُسْلِمُونَ عَلَى شُرُوطِهِمْ إِلَّا شَرْطًا حَرَّمَ حَلَالًا أَوْ أَحَلَّ حَرَامًا (رواه الترمذي عن عمرو بن عوف)
“Kaum muslimin terikat dengan syarat-syarat yang mereka buat kecuali syarat yang mengharamkan yang halal atau menghalalkan yang haram.” (HR. al-Tirmidzi dari ‘Amr bin ‘Auf)

نَهَى رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ بَيْعِ الْغَرَرِ (رواه مسلم والترمذي والنسائي وأبو داود وابن ماجة عن أبي هريرة)
“Rasulullah SAW melarang jual beli yang mengandung gharar” (HR. Muslim, al-Tirmizi, al-Nasa’i, Abu Daud, dan Ibnu Majah dari Abu Hurairah).

إِنَّ خَيْرَكُمْ أَحْسَنَكُمْ قَضَاءً (رواه البخاري)
“Orang yang terbaik di antara kamu adalah orang yang paling baik dalam pembayaran utangnya” (HR. Bukhari dari Abu Rafi’).

لَا ضَرَرَ وَلَا ضِرَارَ (رواه ابن ماجه عن عبادة بن الصامت وأحمد عن ابن العباس ومالك عن يحي)
“Tidak boleh membahayakan orang lain dan menolak bahaya dengan bahaya yang lain” (Hadis Nabi riwayat Ibnu Majah dari ‘Ubadah bin Shamit, riwayat Ahmad dari Ibnu ‘Abbas, dan Malik dari Yahya).

12. Kaidah fiqh yang menegaskan:

اَلْأَصْلُ فِي الْمُعَامَلَاتِ اَلْإِبَاحَةُ إِلَّا أَنْ يَدُلَّ دَلِيْلٌ عَلَى تَحْرِيْمِهَا.
“Pada dasarnya, segala sesuatu dalam muamalah boleh dilakukan sampai ada dalil yang mengharamkannya.” (As-Suyuthi, Al-Asybah wan Nadzair, 60)

الحَاجَةُ قَدْ تُنَزَّلْ مَنْزِلَةَ الضَّرُوْرَةِ
“Keperluan dapat menduduki posisi darurat.” (As-Suyuthi, Al-Asybah wan Nadzair, 63)

الضَّرّرُ يُدْفَعُ بِقَدْرِ الْإِمْكَانِ.
“Segala madharat (bahaya) harus dihindarkan sedapat mungkin.” (As-Suyuthi, Al-Asybah wan Nadzair, 62)

اَلضَّرَرُ يُزَالُ.
“Segala madharat (bahaya) harus dihilangkan.” (As-Suyuthi, Al-Asybah wan Nadzair, 60)

تَصَرُّفُ الْإِمَامِ عَلَى الرَّعِيَّةِ مَنُوطٌ بِالْمَصْلَحَةِ
“Tindakan Imam [pemegang otoritas] terhadap rakyat harus mengikuti mashlahat.” (As-Suyuthi, Al-Asybah wan Nadzair, 121)

Memperhatikan :
1. Pendapat para ulama tentang bolehnya asuransi syari’ah:
لا شك في جواز التأمين التعاوني في الإسلام، لأنه يدخل في عقود التبرعات، ومن قبيل التعاون على البر، لأن كل مشترك يدفع اشتراكه بطيب نفس لتخفيف آثار المخاطر وترميم الأضرار التي تصيب أحد المشتركين
Tidak diragukan lagi bahwa asuransi ta’awuni (tolong-menolong) dibolehkan dalam syariat Islam, karena hal itu termasuk akad Tabarru’ dan sebagai bentuk tolong-menolong dalam kebaikan karena setiap peserta membayar kepesertaaannya (preminya) secara sukarela untuk meringankan dampak risiko dan memulihkan kerugian yang dialami salah seorang peserta asuransi. [Wahbah Al-Zuhaily, al-Fiqh al-Islami, cet. IV tahun 1997, juz V/3416]

أن أساس المنع في التأمين هو اشتماله على الغرر الذي نهى الشارع عنه، ونهي الشارع عن الغرر ينطبق على العقود التي يقصد بها المعاوضة.
Asas pelarangan dalam asuransi (konvensional) adalah karena ia mengandung (unsur) gharar yang dilarang oleh syariat. Larangan syariah terhadap gharar yang dimaksud disini adalah pada akad-akad pertukaran (mu’awadhah). [Husain Hamid Hasan, Hukmu al-Syari’ah al-Islamiyyah fi ‘Uquud al-Ta’miin, Darul I’tisham, 1976]

2. Substansi fatwa DSN nomor 21/DSN-MUI/X/2001 tentang Pedoman Umum Asuransi Syar’iah.

3. Undang-undang nomor 17 tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan pasal 7 Keppres nomor 55 tahun 2002.

4. Surat dari AJB Bumiputera 1912 No.277/Dir/BS/X/2002 tertanggal 16 Oktober 2002 perihal permohonan fatwa Asuransi Haji.

5. Pendapat peserta Rapat Pleno Dewan Syari'ah Nasional pada hari Rabu, tanggal 23 Oktober 2002 M./ 16 Sya’ban 1423 H.

MEMUTUSKAN

Menetapkan : FATWA TENTANG ASURANSI HAJI

Pertama : Ketentuan Umum

1. Asuransi Haji yang tidak dibenarkan menurut syariah adalah asuransi yang menggunakan sistem konvensional.

2. Asuransi Haji yang dibenarkan menurut syariah adalah asuransi yang berdasarkan prinsip-prinsip syariah.

3. Asuransi Haji yang berdasarkan prinsip syariah bersifat ta’awuni (tolong menolong) antar sesama jama’ah haji.

4. Akad asuransi haji adalah akad Tabarru’ (hibah) yang bertujuan untuk menolong sesama jama’ah haji yang terkena musibah. Akad dilakukan antara jama’ah haji sebagai pemberi tabarru’ dengan Asuransi Syariah yang bertindak sebagai pengelola dana hibah.

Kedua : Ketentuan Khusus

1. Menteri Agama bertindak sebagai pemegang polis induk dari seluruh jama’ah haji dan bertanggung jawab atas pelaksanaan ibadah haji, sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

2. Jama’ah haji berkewajiban membayar premi sebagai dana tabarru’ yang merupakan bagian dari komponen Biaya Perjalanan Ibadah Haji (BPIH).

3. Premi asuransi haji yang diterima oleh asuransi syariah harus dipisahkan dari premi-premi asuransi lainnya.

4. Asuransi syariah dapat menginvestasikan dana tabarru’ sesuai dengan Fatwa DSN No. 21/DSN-MUI/X/2001 tentang Pedoman Umum Asuransi Syar’iah, dan hasil investasi ditambahkan ke dalam dana tabarru’.

5. Asuransi Syariah berhak memperoleh ujrah (fee) atas pengelolaan dana tabarru’ yang besarnya ditentukan sesuai dengan prinsip adil dan wajar.

6. Asuransi Syariah berkewajiban membayar klaim kepada jama’ah haji sebagai peserta asuransi berdasarkan akad yang disepakati pada awal perjanjian.

7. Surplus Operasional adalah hak jama’ah haji yang pengelolaannya diamanatkan kepada Menteri Agama sebagai pemegang polis induk untuk kemaslahatan umat.

Ketiga : Penyelesaian Perselisihan

Jika salah satu pihak tidak menunaikan kewajibannya atau jika terjadi perselisihan di antara para pihak, maka penyelesaiannya dapat dilakukan melalui Badan Arbitrasi Syari’ah yang berkedudukan di Indonesia setelah tidak tercapai kesepakatan melalui musyawarah.

Keempat : Penutup

Fatwa ini berlaku sejak tanggal ditetapkan dengan ketentuan jika di kemudian hari ternyata terdapat kekeliruan akan diperbaiki sebagaimana mestinya.

Ditetapkan di : Jakarta
Pada Tanggal : 23 Oktober 2002 M. / 16 Sya’ban 1423 H.

DEWAN SYARI’AH NASIONAL
MAJELIS ULAMA INDONESIA
Ketua,

K.H.M.A. Sahal Mahfudh

Sekretaris,

Prof. Dr. H.M. Din Syamsuddin


Allaahumma Sholli 'ala Muhammad wa 'ala Aali Muhammad >>> Untuk mendapatkan informasi beasiswa terbaru, silakan ikuti media sosial kami berikut ini: Telegram, Tiktok, Instagram, WhatsApp, Twitter, Youtube dan Facebook!



Allaahumma Sholli 'ala Muhammad wa 'ala Aali Muhammad >>> Untuk mendapatkan informasi beasiswa terbaru, silakan ikuti media sosial kami berikut ini: Telegram, Tiktok, Instagram, WhatsApp, Twitter, Youtube dan Facebook!







Post a Comment

0 Comments